Kalau boleh. Kalau. … Satu. Dua. Tiga. … Tidak berjalan. Lagi, kembali diputar. Sekrup emas milikku. Tapi, tak ada yang berubah. … Aku tak boleh percaya. Meski bukti sudah di depan mata, aku tak boleh percaya. Karena aku baru melihatnya, bukan merasa. Takdir yang tertulis di garis tanganku adalah kebutaan. Sementara apa yang kulakukan sehari-hari hanyalah kebisuan. Tersenyum, menanis, dan amarah merupakan keheningan. Karena terus memasang topeng, aku bisa tertawa—menertawakannya. Tapi apa yang sebenarnya kurasa? … Kalau bisa meminta kesempatan kedua, aku mungkin tak akan mengambilnya. Karena aku adalah aku, apa yang aku lakukan di masa lalu membuatku seperti ini. Menikmati mimpi yang sementara, terus berjalan di antara tuts-tuts kehidupan. Mencoba melompat, tapi akhirnya jatuh terperosok. Menari, dan ujung-ujungnya aku menabrak tembok karena tidak melihat ke arah mana aku berlari. Langit yang sama, awan ...
bit.ly/AgathaVC
ReplyDelete