"Apakah Kamu Marah Padaku?"
Tuesday, November 29, 2011 6:39 p.m.
Hari ini banyak yang terjadi hingga aku menangis kecil
dua kali.
Aku sudah bertekad kalau mulai minggu ini, aku akan
menghadapi kenyataan. I will face the
reality. I will get a life.
Dan itu dimulai dengan menyembuhkan jam tubuhku ke jam tubuh manusia normal.
Tapi hari ini, aku harus menghadapi dengan kenyataan yang
buruk.
Sebelumnya, aku ingin bertanya. Apa aku memang terlalu
banyak bergantung?
Apa bergantung pada orang lain itu salah?
Apa diriku
salah?
Kebiasaanku banyak yang buruk dan bermata dua. Kadang
membantuku, tapi sering menyakitiku. Oh, iya. Apa berpura-pura itu sama dengan
membohongi diri sendiri?
“Al, tau gak kalau mereka
gak suka sama kamu?”
Aku tersenyum. “Tahu.”
Berlagak tidak peduli, padahal hatinya sedang berusaha
mengumpulkan kepingan-kepingannya. Padahal sudah ditutup-tutupi dengan
menganggap bahwa akulah yang menjauhi
mereka. Tapi ketahuan.
Mereka bertiga (atau lebih?) tidak suka sama aku.
Dan mereka bilang ke seseorang kalau mereka tidak suka padaku. Dan orang itu
bilang kalau mereak tidak suka sama aku. Siapa yang salah?
One thing leads to
another, aku menangis di pelukan sahabatku. Bilang kalau aku takut. Aku kesepian. Aku tidak punya teman.
Bertanya, apakah dirinya marah
padaku hanya untuk membuat diri sendiri nyaman. I’m so selfish.
Egois. Bukan mereka,
tapi aku.
Lalu aku bertanya pada yang lain ketika air mataku
kering. Aku bertanya, apakah mereka marah kepadaku. Bertanya seperti itu, tapi
tidak bertanya pada mereka bertiga.
Karena aku belum siap.
Kemudian aku bertanya pada orang yang lumayan dekat
dengan mereka bertiga. Baik secara literal mau pun tidak, karena dia duduk
dengan seseorang di antara mereka bertiga. Aku menanyakan pertanyaan yang sama.
Kamu marah sama aku, gak?
Dan tebak apa? Iya. Dia marah padaku. Aku kaget. Bertanya
kenapa dengan pikiran tak percaya. Aku mengira dia akan berkata bahwa diriku
pemalas, orangnya sering telat, tidak menepati janji, atau apalah. Dan dia
bilang bahwa diriku banyak omong.
Dia berkata begitu, tapi dia tidak menatap mataku.
Sakit. Aku menanggapinya dengan nada bercanda. Padahal
aku tahu dia tak bercanda. Aku pun,
sama sekali tidak menanggapinya bercanda.
Sesaat kemudian, temanku sebelah bilang, kalau dia dengar
–entah dari siapa–kalau aku itu sombong.
Sesak. Meski aku pun menyetujuinya, tetap saja.
Perutku sakit. Rasanya seperti mag, tapi bukan. Aku mual.
Pusing. Sesak. Mungkinkah aku stres? Maksudku, depresi. Bukan gila. Aku menangis lagi karena tak tahan
dengan sakitnya. Entah sakit yang mana. Badanku atau pikiranku. Aku tidak
begitu peduli lagi, sih. Aku berharap aku tidak peduli.
Hal ini, kenyataan ini. Aku berhak tahu. Aku boleh tahu.
Tapi aku (pura-pura) tidak tahu.
Hal ini, kenyataan ini. Apa aku harus tahu? Padahal aku
tidak mau tahu.
“Apakah kamu marah padaku?”
alima kamu marah sama aku yah?
ReplyDeletefitria eka
Engga, Eka. :) Cuman aku sadar, begitu kamu ngomong begitu sama aku. Ternyata feeling aku bener. Ya, udah. Berarti aku harus berhenti berlari. Kamu yang udah nyadarin aku, kalau aku itu gak bisa hidup dalam mimpiku terus. Aku gak boleh pura-pura kalau aku selalu disukai. Sebenernya, aku harus bilang terima kasih. Karena kamu, aku bisa berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik lagi, Ka. Makasih, ya. (Serius, aku gak marah pada kamu, tapi aku sedih pada diriku sendiri. ^w^ take it easy, girl :D)
ReplyDelete